20 July 2010

Curhat seorang bapak

Rumahku jauh di pinggiran Surabaya-Sidoarjo. Tiap hari berangkat kerja menggunakan angkutan umum, mulai bison-bus-bemo (mana yang lebih dulu available). Jarak tempuh rumah-kantor kurang lebih 1 jam-an lah. Buat mereka yang hidup di Jakarta waktu 1 jam masih hitungan dekat, tapi buat kami di Surabaya jarak tempuh 1 jam dari rumah-kantor dapat diartikan bahwa : RUMAHNYA JAUH.

Oh, well.

Teman2ku suka pada kasian ngeliat aku tiap hari harus naik turun angkutan umum. Pernah saking kasiannya, pas aku lagi hamil anak pertama, ada seorang teman yang rela menjemputku pulang kerja dan mengantarku pulang sampai rumah dengan selamat tak kurang apa.

Padahal naik angkutan umum itu menyenangkan lho. Banyak cerita2 lucu, sedih atau mengharukan setiap harinya. Aku kadang suka senyum2 sendiri kalo mendengar siswi2 SMP atau SMA saling curhat mengenai teman kelas yang disukainya atau tentang guru2 yang menyebalkan, juga tentang rencana bolos sekolah.

Lain hari, ada seorang bapak yang mengeluh ke temannya mengenai biaya masuk STM (setara SMA) yang mahal. Tidak bermaksud menguping tapi kurang lebih begini percakapannya :

Bapak : "Aku barusan bayar sekolah anakku yang besar,langsung klenger"
Teman : "Masuk sekolah apa ?"
Bapak : "STM. Maunya sampai SMP saja, tapi nggak aku kasih. Biarpun aku harus banting tulang cari
duit untuk biaya masuk sekolah, gak papa. Yang penting anakku sekolah. Mosok bapaknya cuma lulusan SD, anaknya juga cuma naik satu peringkat SMP"
Teman : (tertawa) "kena berapa kemaren ?"
Bapak : "Dua juta setengah. Sekolah jaman sekarang mahal2"

Aku terdiam. Biaya masuk STM dua juta setengah, dan bapak itu bilang mahal ? Aku langsung teringat salah satu teman baikku yang kapan hari beli tas LV yang harganya paling murah 14-15 juta. Langsung teringat bahwa biaya masuk TK anakku sudah satu juta tujuh ratus ribu.

Betapa ya, roda kehidupan ini berputar. Ada yang di atas ada yang di bawah. Dua juta setengah buat beberapa orang hanyalah uang kecil yang bisa habis dalam hitungan jam, tapi buat si bapak tadi mungkin untuk mendapatkan uang sebanyak itu harus kerja dari pagi-malam bahkan mungkin masih hutang sana-sini.

Cerita2 yang menyentuh seperti itu yang kadang membuatku selalu ingat bahwa di sekitar kita masih banyak orang2 lain yang susah, yang membuatku selalu bersyukur diberi kemudahan rejeki. Juga aku mendapat pelajaran banyak, semangat si Bapak tadi yang tidak mau anaknya menjadi seperti dia.Dalam hati aku berdoa semoga anaknya kelak mengerti perjuangan orang tuanya untuk memberikan yang
terbaik.

Anyway,buat yang belum pernah naik angkot, cobalah sesekali dan nikmatilah. Memang tidak menyenangkan pada awalnya, sumpek, bau keringat orang lain. Tapi kita akan belajar banyak dari sana.

2 comments:

Hanna said...

So touching story, Kris...

Memang kita harus sesekali melihat ke bawah, sehingga kita bisa bersyukur bahwa Tuhan masih kasih kita apa yang kita miliki saat ini ya. Kalau melihatnya ke atas terus, rasanya kok kita ini kuraaaang terus, dan lupa berterimakasih :)

salam,
hanna

thekyzt said...

Iya betul mba Hanna. Dg melihat ke bawah kita akan lebih menghargai apa yang sudah diberikan Tuhan kepada kita. Anyway, tengkiu for visiting..